TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat memberikan waktu enam bulan kepada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk membereskan satu per satu persoalan yang membelit perseroan beberapa tahun terakhir. Persoalan itu di antaranya adalah tentang tunggakan dana klaim premi jatuh tempo nasabah hingga tekanan likuiditas yang menggerogoti kinerja keuangan perseroan.
“Dewan memberikan tenggat enam bulan kepada direksi Jiwasraya untuk melakukan restrukturisasi dan pencarian investor baru, mulai dari Januari 2020,” ujar Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Said Abdullah kepada Tempo, Senin 19 November 2019. Said mengatakan target tenggat waktu tersebut telah disampaikan kepada manajemen Jiwasraya dalam rapat tertutup yang digelar pada Kamis, 7 November 2019.
Said mengatakan DPR terpaksa mengambil langkah tegas pada kasus yang tak kunjung usai ini, dan menjadikannya sebagai prioritas dalam kepemimpinan anggota dewan yang baru periode 2019-2024. “Jiwasraya sudah lampu merah, harusnya dari kacamata kami, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak bisa lagi membiarkan Jiwasraya beroperasi seperti layaknya asuransi pada umumnya,” ucapnya. Berdasarkan laporan keuangan hingga akhir September 2019, kinerja perseroan sudah terlampau payah, dengan kerugian mencapai Rp 13,74 triliun.
Perusahaan asuransi pelat merah itu juga sudah tak lagi mampu membendung keluhan dan permintaan dari para nasabahnya yang meninginkan pencairan serta pengembalian dana. “Kami menyesalkan OJK membiarkan ini padahal kondisi tersebut sudah berjalan lama, mau sampai kapan, karena semakin lama dibiarkan akan semakin menumpuk beban Jiwasraya dan semakin dirugikan,” kata Said.
Adapun dalam rapat khusus yang digelar pihak dewan dan manajemen terdapat empat alternatif skema penyelamatan yang dibahas. Pertama adalah skema strategic partnership yang diproyeksikan dapat menghasilkan dana sebesar Rp 5 triliun melalui anak usaha perseroan yaitu Jiwasraya Putra. Kedua adalah inisiatif pembentukan holding asuransi yang direncanakan berada di bawah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), ketiga skema finansial reasuransi, dan skema terakhir adalah opsi penghimpunan dana penyelamatan dari pemilik saham.